ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN FRAKTUR
TERTUTUP FEMUR DEXTRA DI RUANG PERAWATAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA
ACEH UTARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Syarat Ujian Akhir Program
Pendidikan Tinggi Pada Akademi Kesehatan Bidang
Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara
PEMERINTAH KABUPATEN ACEH UTARA
AKADEMI KESEHATAN BIDANG KEPERAWATAN
TAHUN 2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN FRAKTUR
TERTUTUP FEMUR DEXTRA DI RUANG PERAWATAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA
ACEH UTARA
ABSTRAK
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh. Data statistik
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara, jumlah klien yang dirawat sejak bulan Januari hingga Desember 2010
sebanyak 2658 orang dan yang menderita fraktur sebanyak 176 orang (6,62 %), sedangkan
Januari hingga Desember 2011 sebanyak 2814 orang dan yang menderita fraktur 191
orang (6,78 %). Dari hasil
proses keperawatan yang penulis laksanakan di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara dari tanggal 24 sampai 26 Mei 2012,
berdasarkan pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan pada klien, yaitu : Nyeri
(akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada jaringan
lunak, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, defisit
perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi. Pada implementasi
dilakukan, antara lain mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan
tirah baring dan mengevaluasi keluhan nyeri, dan tingkat intensitas nyeri, memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi
sering, membantu pasien untuk
melakukan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit, memberikan penyuluhan
kesehatan tentang pentingnya perawatan diri, Mengkaji ulang patologi, prognosis, dan harapan
yang akan datang. Masalah
yang dapat teratasi adalah defisit perawatan diri, kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. Masalah teratasi
sebagian adalah nyeri (akut), perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kerusakan
mobilitas fisik.
Buku sumber : 10 buku (2000-2009) + 9 sumber internet (diakses Mei 2012)
Kata kunci : Fraktur Tertutup Femur Dextra
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN
........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN
......................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR
...................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang
.......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................... 4
C. Metode Penulisan
...................................................................... 5
D. Sistematika Penulisan
................................................................ 6
BAB II TINJAUAN
TEORITIS ................................................................. 8
A. Konsep Dasar ............................................................................. 8
B. Asuhan Keperawatan
.................................................................. 23
BAB III
TINJAUAN KASUS ....................................................................... 40
A. Pengkajian
.................................................................................. 40
B. Diagnosa Keperawatan
............................................................... 53
C. Perencanaan Asuhan Keperawatan
............................................. 54
D. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan &
Evaluasi ........................... 58
BAB IV
PEMBAHASAN .............................................................................. 69
A. Pengkajian Keperawatan
............................................................. 69
B. Diagnosa Keperawatan
................................................................ 70
C. Perencanaan
................................................................................. 73
D. Pelaksanaan Keperawatan ...................
........................................ 75
E. Evaluasi
........................................................................................ 76
BAB V
PENUTUP ......................................................................................... 79
A. Kesimpulan
..................................................................................
79
B. Saran-saran
................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh.
Meskipun tulang dapat patah secara spontan seperti terjadi dalam osteomalacia dan osteomyelitis, tetapi kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang (Reeves, 2001 hal : 248).
Smeltzer (2001, hal 2357) mengemukakan bahwa faktur
dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya
juga akan terpengaruh dan mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur
tendon, kerusakan saraf dan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh
fraktur atau akibat fragmen tulang.
Fraktur merupakan masalah kesehatan yang perlu adanya
penanganan yang serius dan optimal, hal ini dikarenakan pada pasien yang
menderita fraktur dapat mengalami hilangnya fungsi gerak, tanda-tanda inflamasi
berupa nyeri akut / berat, pembengkakan lokal, perubahan warna (merah), panas
pada daerah tulang yang patah dan terjadinya deformitas, angulasi,
rotasi / pemendekan serta krepitasi. Namun
pada kasus fraktur tidak semua tanda dan gejala akan muncul, maka perlu adanya
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan X-Ray
(dilakukan dengan 2 proyeksi : anterior-posterior) untuk melihat ada tidaknya
patah tulang, luas dan keadaan fragmen tulang dan untuk mengikuti proses
penyembuhan tulang (Agustina, 2009).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan
sekitar 2 juta orang mengalami cacat fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi yang cukup tinggi adalah insiden fraktur ektremitas bawah
yaitu sekitar 46,2 % dari kecelakaan yang terjadi (Lukman, 2011).
Selanjutnya, Departemen Kesehatan RI (2011) juga
menyebutkan bahwa fraktur dengan jumlah lebih dari 8 juta orang yang mengalami
kejadian fraktur dengan jenis yang berbeda dan penyebab yang berbeda yaitu
didapatkan penderita yang mengalami kematian sebanyak 25 %, yang mengalami
cacat fisik sebanyak 45 %, yang mengalami stres psikologis dan depresi sebanyak
15 %, serta yang mengalami kesembuhan dengan baik yaitu sebanyak 10 %.
Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju
industrilisasi, hal ini sangat mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat
yaitu adanya peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor
sehingga terjadinya peningkatan arus lalu lintas yang tinggi dan cenderung
menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Usman, 2012). Selanjutnya, Usman (2012) menyebutkan bahwa
hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya
fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas,
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam
/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
Umumnya kecelakaan lalu lintas terjadi akibat pengguna
jalan sering melanggar aturan dan etika berlalu lintas, seperti memacu
kendaraan dengan kecepatan tinggi dan menerbos lampu merah. Menurut keterangan
Aparat Kepolisian Daerah (Polda) yang diterbitkan oleh Harian Aceh (2012),
bahwa jumlah korban meninggal di Banda Aceh, selama tahun 2011 akibat
kecelakaan lalu lintas di jalan raya mencapai 732 jiwa dari 1.324 kasus
kecelakaan di mana korban luka berat mencapai 890 rang (termasuk yang mengalami
fraktur / patah tulang) dan luka ringan 1.327 orang.
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Penyebab
Kematian Akibat Kecelakaan Lalu Lintas”, Hadi & Suryadi (2011) yang
dilakukan di bagian Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, mulai periode 2007
sampai Mei 2011, menyebutkan bahwa dari 47 korban (sampel penelitian), maka
ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki paling banyak menjadi korban meninggal
akibat kecelakaan lalu lintas yaitu 41 korban (87,23 %), sedangkan perempuan
hanya 6 korban (12,77 %). Berdasarkan kelompok umur, dewasa awal adalah
kelompok terbanyak menjadi korban lalu lintas yaitu mencapai 59,57 % (28
orang), diikuti usia remaja sebanyak 17,02 % (8 korban), usia setengah
baya sebanyak 10,64 % (5 korban) dan
terdapat 6 korban yang tidak terindentifikasi usianya. Penyebab terbanyak
akibat kecelakaan lalu lintas adalah koma, yaitu sebanyak 78,72 % (37 korban).
Sinkop menyebabkan 17,02 % (8 korban) kematian, dan asfiksia menyebabkan 4,26 %
(2 korban) kematian.
Berdasarkan data Medical Record pada Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara, diketahui bahwa jumlah klien yang
dirawat di Ruang Perawatan Bedah sejak bulan Januari hingga Desember 2010 sebanyak
2658 orang dan yang menderita fraktur sebanyak 176 orang (6,62 %), sedangkan Januari
hingga Desember 2011 sebanyak 2814 orang dan yang menderita fraktur 191 orang (6,78
%).
Berdasarkan
uraian diatas penulis tertarik untuk menyelesaikan karya tulis dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn. TM Dengan Fraktur Tertutup Femur Dextra Di
Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan
gambaran yang nyata dan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. TM
dengan fraktur tertutup femur Dextra melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian keperawatan secara
komprehensif pada klien Tn. TM dengan fraktur tertutup femur dextra.
b. Dapat
menentukan dan mengidentifikasi masalah serta menentukan diagnosa keperawatan
baik aktual maupun risiko yang muncul pada klien Tn. TM dengan fraktur tertutup femur dextra.
c. Dapat merumuskan perencanaan asuhan
keperawatan pada klien Tn. TM dengan fraktur tertutup femur dextra.
d. Dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang
telah direncanakan.
e. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada
klien Tn. TM dengan fraktur
tertutup femur dextra.
f.
Dapat
mendokumentasikan tahap-tahap dari proses keperawatan.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis
menggunakan metode deskripstif, dengan teknik pengumpulan data, menganalisa,
mendiagnosa masalah, memecahkan masalah dan mengevaluasi. Metode penulisan ini
penulis lakukan melalui pendekatan :
1. Studi Kepustakaan (Library
Research)
Study kepustakaan ini dilakukan dengan mempelajari dan
memahami literatur-literatur yang bersifat teoritis berdasarkan pendapat para
ahli yang ada kaitannya dengan judul yang penulis bahas.
2. Studi Kasus (Field
Reseach)
Dalam kasus ini penulis lansung mengamati, mempelajari dan
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup femur dextra
di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara, dengan
cara :
a.
Wawancara (anamnese), yaitu dilakukan secara langsung
dengan keluarga klien serta dokter dan perawat di Ruang Perawatan Bedah yang
langsung berhubungan dengan klien.
b.
Pengamatan (observasi), yaitu mengamati secara langsung
kondisi psien mencakup perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien selama
pengobatan dan perawatannya.
c.
Pemeriksaan fisik, yaitu dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
d.
Dokumentasi, yaitu suatu metode pengumpulan data dimana
data-data didapatkan melalui dokumentasi / pencatatan yang dilakukan berkaitan
dengan keadaan klien seperti buku laporan perawatan status klien, register dan
lain-lain.
D. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini penulis susun secara sistematis dalam lima bab sebagai
berikut :
Bab I : Pendahuluan, bab ini terdiri dari
latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan teoritis, bab ini menjelaskan tentang konsep dasar, meliputi pengertian, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi penatalaksanaan, komplikasi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesembuhan fraktur ; serta asuhan keperawatan, meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Bab III : Tinjauan kasus, bab ini
berisi menjelaskan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. TM dengan fraktur
tertutup femur dextra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Meutia Aceh Utara.
Bab IV : Pembahasan, berisi penjelasan
tentang kesenjangan antara
teori dan fakta.
Bab V : Penutup, merumuskan kesimpulan dan saran-saran yang dianggap
relavan dalam rangka pemecahan masalah.
Pada akhir
karya tulis ini penulis cantumkan juga daftar pustaka, dokumentasi keperawatan
pada klien fraktur tertutup femur dextra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Meutia Aceh Utara, biodata dan surat izin pengambilan kasus.
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat
trauma dan digolongkan sesuai dengan jenis arah garis fraktur (Tambayong, 2000
hal : 124). Menurut Mansjoer (2000, hal
: 346) fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Smeltzer (2001, hal : 2357) mendefinisikan fraktur
sebagai suatu keadaan terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Sedangkan Price (2005, hal
: 1183) mengemukakan bahwa fraktur merupakan patah tulang yang disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti generasi tulang / osteoporosis
(Widya, 2009). Sedangkan menurut Hartanto (2011) fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas batang femur
yang terjadi akibat trauma langsung dan umumnya sering dialami oleh laki-laki
dewasa.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis
menyimpulkan bahwa fraktur femur
merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas
tulang atau jaringan tulang pada batang femur
yang diakibatkan oleh trauma dan ini sangat dipengaruhi jenis arah garis
fraktur dan luas serta kondisi-kondisi tertentu.
2. Etiologi
Corwin (2009, hal : 336) menyebutkan penyebab fraktur yang
paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Adapun beberapa
jenis penyebab terjadinya fraktur adalah sebagai berikut:
a.
Fraktur patologis,
yaitu fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tekanan ringan dan
sering terjadi pada orang tua yang mengidap osteoporosis
atau penderita tumor, infeksi atau penyakit lain.
b. Fraktur stress (fatigue fraktur), yaitu dapat terjadi pada tulang normal akibat
stres tingkat rendah yang berkepanjangan. Fraktur ini terjadi pada mereka yang
menjalani olahraga daya tahan misalnya lari jarak pendek.
Menurut Rasjad
(2007) bahwa penyebab terjadi fraktur adalah sebagai berikut :
a. Fraktur fisiologis
Suatu
kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan oleh kecelakaan, tenaga fisik dan
trauma yaitu dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung, yaitu pukulan langsung
terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung, yaitu pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur klavikula atau orang tua yang terjatuh
menganai bokong dan berakibat fraktur kolom femur.
b. Fraktur patologis
Dalam hal ini
kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur. Hal ini dapat terjadi pada berbagai keadaan,
antara lain : tumor tulang (jinak dan
ganas), infeksi seperti osteomielitis, scurvy (penyakit gusi berdarah), osteomalasia, rakhitis, osteoporosis.
Selanjutnya, Usman
(2012) menambahkan bahwa pada umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana
terdapat tekanan yang berlebihan pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
luka disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.
3. Manifestasi Klinis
Smeltzer (2001, hal
: 2358) menyebutkan bahwa manifestasi
klinis dari fraktur adalah sebagai berikut :
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya
sampai fragmen tulang diimobilisasi.
b. Deformitas terjadi karena pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai, ekstremitas yang diketahui dengan membandingkan esktremitas normal.
c. Pemendekan tulang terjadi pada fraktur
panjang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus teraba saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan, yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna kulit
lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan pendarahan yang mengalami
fraktur.
Menurut Reeves
(2001, hal : 249) bahwa manifestasi klinis fraktur yang paling umum adalah rasa
sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk. Rasa sakit akan bertambah berat dengan
gerakan dan penekanan di atas fraktur dan mungkin terkait juga dengan hilangnya
fungsinya. Pembengkakan di tempat fraktur mungkin merupakan tanda awal dari
kasus ini. Pada saat pembengkakan kasus fraktur adalah terjadinya kelainan
bentuk (deformitas), sebagai
gejala-gejala lain yang mungkin muncul dengan sprain atau strain.
Gejala lain yang mungkin muncul adalah perubahan warna krepitasi. Tentu saja, jika terdapat luka terbuka, maka terdapat
pula perdarahan dan hemorrhage.
Selanjutnya, Corwin (2009, hal 337) juga
menyebutkan dan menjelaskan bahwa manifestasi klinis dari fraktur adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri biasanya patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah
tulang dan menimbulkan nyeri aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak
alami mungkin tampak jelas.
c. Pembengkakan di sekitar tempat fraktur
akan menyertai proses inflamasi.
d. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat
terjadi, yang menandakan kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama
dengan bagian nonfraktur. Hilangnya
denyut nadi di sebelah distal dapat
menandakan sindrom kompartemen.
e. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat
tulang digerakkan karena ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama
lain.
4.
Klasifikasi
Corwin (2009, hal
: 335) mengemukakan istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai
jenis fraktur, antara lain :
a. Fraktur komplit, yaitu fraktur yang
mengenai suatu tulang secara keseluruhan.
b. Fraktur inkomplit, yaitu fraktur yang
meluas secara parsial pada tulang.
c. Fraktur sederhana (tertutup), yaitu
fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur compound (terbuka), yaitu fraktur yang menyebabkan robeknya kulit.
Menurut Mansjoer (2000, hal : 364) klasifikasi fraktur adalah sebagai berikut :
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open compund), bila
terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaaan di kulit.
Adapun klasifikasi fraktur terbuka berdasarkan tingkat derajatnya, yaitu :
1) Derajat I : luka kurang 1 cm, kerusakan
jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik / kominutif ringan
dan kontaminasi minimal.
2) Derajat II : Laserasi kurang 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / avulsi, fraktur kominutif
sedang, kontaminasi sedang.
3) Derajat III : terjadi kerusakan jaringan
lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Smeltzer (2001,
hal : 2358) menyebutkan bahwa klasifikasi fraktur berdasarkan pergeseran anatomis
tulang bergeser atau tidak bergeser, adalah sebagai berikut :
a. Greenstik, yaitu fraktur dimana salah satu sisi
tulang patah sedang sisi lainnya.
b. Transversal, yaitu fraktur sepanjang garis tengah
tulang.
c. Oblik, yaitu fraktur yang membentuk sudut garis
tengah tulang (lebih tidak stabil dibandingkan transversal)
d. Spiral, yaitu fraktur memuntir seputar tulang.
e. Kominutif, yaitu fraktur dengan tulang pecah menjadi
beberapa fragmen.
f. Depresi, yaitu fraktur dengan fragmen patahan dorongan ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
g. Kompresi, yaitu fraktur dimana tulang mengalami
kompresi (terjadi pada tulang belakang).
h. Patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah
tulang berpenyakit (kista tulang, metastasis tulang, tumor).
i.
Avulsi, tertariknya fragmen
oleh ligament / tendon pada
perlekatannya.
j.
Epifesial, yaitu fraktur melalui epifisis.
k. Impaksi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Selanjutnya,
Smeltzer (2001) menyebutkan bahwa klasifikasi fraktur femur ada 6 (enam) tipe,
antara lain :
a. Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur subtrochanter femur yaitu fraktur di mana garis patahnya berada 5 cm dari distal trochanter minor, fraktur
ini dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi lebih sederhana dan mudah dipahami
adalah klasifikasi Fielding dan Magliato, yaitu :
1) Tipe I yaitu garis fraktur satu level
dengan trochanter minor.
2) Tipe II yaitu garis patah berada 1-2 inch
di bawah dari batas trochanter minor.
3) Tipe III yaitu garis patah berada 2-3 inch
di distal dari batas atas trochanter minor.
b. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur
batang femur biasanya terjadi karena truma langsung akibat kecelakaan atau
jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, sehingga mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur
dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah, yaitu dengan 2 jenis antara lain:
1) Fraktur tertutup
2) Fraktur terbuka, ketentuan fraktur femur
bila terdapat hubungan tulang yang patah dengan dunia luar dibagi dalam 3
(tiga) derajat, yaitu :
a) Derajat I, terjadi apabila hubungan dengan
dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan oleh tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
b) Derajat II, terjadinya luka lebih besar
(> 1 cm) dan luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
c) Derajat III, terjadinya luka lebih luas
dari derajat kedua, lebih kotor dan
jaringan lunak banyak yang ikut rusak.
c. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler femur fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan
karena adanya tarikan dari otot-otot gastrocnemius,
bisanya fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi
sehingga terjadi gaya axial stres valgus
atau varus disertai
rotasi.
d. Fraktur Intercondyler Femur
Fraktur intercondyler femur biasanya diikuti oleh fraktur supercondyler, sehingga terjadi bentuk T atau Y pada fraktur.
e. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme
trauma fraktur condyler femur
biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi
dan abduksi disertai dengan tekanan
pada sumbu femur ke atas.
f. Fraktur Colum Femur
Fraktur colum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, misalnya penderita
jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda
keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan exorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah. Fraktur ini dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1) Fraktur intrakapsuler yaitu fraktur femur
yang terjadi di dalam sendi, panggul dan kapsula, melalui kepala femur (capital fraktur) dan melalui leher dari femur.
2) Fraktur ekstrakapsuler yaitu fraktur yang terjadi di luar sendi dan kapsul
melalui trochanter femur yang lebih besar / kecil pada
daerah intertrochanter dan terjadi di
bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 (dua)
inch di bawah trochanter kecil.
5.
Patofisiologi
Corwin (2009, hal
: 337) menjelaskan bahwa patofisologi pada fraktur yaitu ketika tulang
patah, sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya
mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah
patah tulang. Sel darah putih dan sel mast
berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris sel
mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi
sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin
segera direabsorbsi dan sel tulang
baru secara perlahan mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Selanjutnya, Corwin
(2009, hal : 337) menambahkan bahwa tulang sejati menggantikan kalus dan secara
perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terlambat apabila hematoma
fraktur atau kalus rusak sebelum
tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi
dan pengerasan.
6.
Penatalaksanaan
Suratun (2008, hal
: 150) menyebutkan bahwa ada 4 (empat) konsep dasar yang harus dipertimbangkan
untuk menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada
tempat kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian
terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada
peristiwa yang terjadi, serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui
pemeriksaan dan keluhan dari klien.
b. Reduksi fraktur, yaitu mengembalikan posisi
tulang ke posisi anatomis, dengan
cara :
1) Reduksi terbuka : dengan pembedahan, memasang
alat fiksasi interna (misalnya pen,
kawat, sekrup, plat, paku dan batangan logam).
2) Reduksi tertutup :ekstremitas dipertahankan
dengan gips, traksi, brace, bidai,
dan fiksator eksternal.
c. Imobilisasi : setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi,
meliputi :
1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2) Meninggikan daerah fraktur untuk
meminimalkan pembengkakan
3) Memantau status neuromuskular
4) Mengontrol kecemasan dan nyeri
5) Latihan isometrik dan setting
otot
6) Kembali pada aktivitas semula secara
bertahap
Menurut Corwin
(2009, hal : 339) penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus fraktur, yaitu :
a. Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan.
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi
pemulihan posisi dan rentang gerak kembali normal. Sebagian besar reduksi dapat
dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup). Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi
terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. Traksi dapat diperlukan untuk
mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan.
c. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya
dilakukan dengan pemasangan gips, atau penggunaan bidai.
Smeltzer (2001,
hal 2359) menjelaskan bahwa penatalaksanaan kedaruratan yang dilakukan pada
kasus fraktur adalah sebagai berikut :
a. Segera setelah cedera, pasien berada dalam
keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan
tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan
dari kenderaan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga
di atas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
b. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat
berat dan dapat dikurangi dengan menghindarkan gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai
sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
c. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan
memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang
panjang ekstremitas bawah juga dapat dilakukan dengan membebat kedua tungkai
bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas
yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
d. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan
pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
Jangan sekali-kali melakukan reduksi fragmen, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka
maka pasangkan bidai sesuai yang diterangkan diatas.
e. Pada bagian gawat darurat, pasien
dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada
bagian tubuh yang sehat dan kemudian dari sisi yang cedera. Pakaian pasien
mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstremitas sebisa mungkin jangan
sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
7.
Komplikasi
Menurut Suratun
(2008, hal : 150) komplikasi pada kasus fraktur adalah sebagai berikut :
a. Komplikasi awal
1) Syok yaitu dapat berupa fatal dalam
beberapa jam setelah odema
2) Emboli lemak yaitu dapat terjadi 24-72 jam
b. Komplikasi lanjutan
1)
Mal union / non union
2) Nekrosis
avaskular tulang
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
8.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penyembuhan Fraktur
Smeltzer (2001,
hal 2361) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur
adalah sebagai berikut :
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan
fraktur, yaitu : 1) Imobilisasi fragmen tulang, 2) Kontak fragmen tulang maksimal, 3) Asupan darah yang memadai, 4) Nutrisi yang
baik, 5) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang, 6) Hormon-hormon
pertumbuhan, tiroid, kalsitonin,
vitamin D, steroid anabolik, 7) Potensial listrik pada
patahan tulang
b. Faktor yang memperlambat penyembuhan
fraktur, yaitu : 1) Trauma lokal akstensif,
2) Kehilangan tulang, 3) Imobilisasi
tidak memadai, 4) Rongga atau jaringan diantara fragmen, 5) Infeksi, 6) Keganasan lokal, 7) Penyakit tulang metabolik, 8) Radiasi tulang (nekrosis radiasi), 9) Nekrosis
avaskuler, 10) Fraktur intraartikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat
pembentukan jendalan), 11) usia (lansia sembuh lebih lama), 12) kortikosteroid (menghambat percepatan
perbaikan).
B.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut Doenges
(1999, hal : 761) pengkajian pada klien fraktur, didasarkan pada gejala-gejala
yang tergantung pada sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada struktur lain,
yang meliputi :
a.
Aktivitas / istirahat
Tanda : keterbatasan /
kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari jaringan yang
bengkak / nyeri)
b.
Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardia
(respon stres, hipovelemi), penurunan
nadi pada distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat,
pembengkakan jaringan atau hematoma
pada sisi yang cedera.
c.
Neurosensori
Gejala : hilangnya gerakan /
sensasi, spasme otot, kebas /
kesemutan (parestesia).
Tanda : deformitas lokal ; angulasi
abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan / hilangnya fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri / ansietas atau trauma lain).
d.
Nyeri / keamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba
pada saat cedera (mungkin terlokasi pada area jaringan / kerusakan saraf, spasme / kram (setelah imobilisasi).
e.
Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulse
jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal.
f.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : lingkungan cedera.
Pertimbangan rencana
pemulangan : memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri
dan tugas pemeliharaan / perawatan rumah.
g.
Pemeriksaan diagnostik
Adapun
pemeriksaan yang dilakukan pada klien fraktur adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/ luasnya fraktur atau trauma.
2) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur dan juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan apabila kerusakan vaskuler
dicurigai.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multipel),
peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5) Kreatin : trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi
: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel, atau
cedera hati.
2.
Diagnosa Keperawatan
Doenges (1999, hal
: 763-775) menyebutkan bahwa diagnosa keperawatan yang didapat pada klien
fraktur adalah sebagai berikut :
a. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan kehilangan integritas tulang.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan / interupsi aliran darah, cedera vaskuler
langsung, edema berlebihan,
pembentukan trombus.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak, perubahan membran
alveolar / kapiler, interstitial, edema paru, kongesti.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuskuler
(nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif
/ imobilisasi tungkai).
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup, perubahan
sensasi sirkulasi, akumulasi ekresi /
sekret dan imobilisasi fisik.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
3.
Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Doenges
(1999, hal : 763-775) perencanaan yang akan dilaksanakan pada diagnosa
keperawatan klien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan kehilangan integritas tulang. Tujuan
: fraktur stabil. Kriteria hasil :
mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur, menunjukkan mekanika tubuh yang
meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur, menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan tepat. Intervensi 1) Pertahankan tirah baring
/ ekstremitas sesuai indikasi. Rasional
: meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi. Intervensi 2) Letakkan papan dibawah
tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik. Rasional :
dapat membantu deformasi gips yang sudah kering. Intevensi 3) Sokong fraktur dengan bantal / gulungan selimut. Rasional : mencegah gerakan yang tidak
perlu dan perubahan posisi. Intervensi
4) Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema. Rasional : pembebat koaptasi digunakan
untuk memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan. Intervensi 5) Pertahankan posisi / integritas traksi. Rasional : mengatasi tegangan otot atau
pemendekan. Intervensi 6) Bantu meletakkan beban di bawah roda tempat
tidur bila diindikasi. Rasional : membantu
posisi tepat pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal
balik. Intervensi 7) Kaji ulang
tahanan yang mungkin timbul dengan terapi. Rasional
: mempertahankan integritas tarikan traksi. Intervensi 8) Kaji ulang foto / evaluasi. Rasional : memberikan
bukti visual mulainya pembentukan kalus / proses kebutuhan atau tambahan
terapi.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak. Tujuan : nyeri hilang atau berkurang. Kriteria hasil : klien menyatakan nyeri hilang, menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas tidur / istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas sesuai
indikasi untuk situasi individual. Intervensi
1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. Rasional : untuk menghilangkan nyeri
dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan yang cedera. Intervensi 2) Tinggikan dan dukung
ekstremitas yang terkena. Rasional :
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, menurunkan edema dan menurunkan
nyeri. Intervensi 3) Hindari
penggunaan sprei bantal plastik di bawah
ekstremitas yang dalam gips. Rasional :
untuk meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips
yang kering. Intervensi 4) Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen
terbuka pada ibu jari kaki. Rasional :
untuk mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan
selimut pada bagian yang sakit. Intervensi
5) Evaluasi keluhan nyeri / ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik. Rasional :
mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi. Intervensi 6) Lakukan kompres dingin /
es 24-48 jam pertama dan sesuai dengan keperluan. Rasional : menurunkan edema / pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri. Intervensi 7) Dorong pasien
untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera. Rasional : untuk membantu menghilangkan ansietas. Intervensi 8) jelaskan prosedur sebelum
memulai. Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental
untuk aktivitas. Intervensi 9) Beri
obat sebelum perawatan aktivitas. Rasional
: untuk meningkatkan relaksasi otot. Intervensi
10) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif / aktif. Rasional
: untuk mempertahankan kekuatan / mobilitas otot yang sakit. Intervensi 11) Berikan alternatif
tindakan kenyamanan seperti pijatan. Rasional : untuk meningkatkan sirkulasi umum yaitu
menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. Intervensi 12) Identifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk
usia klien. Rasional : untuk
mencegah kebosanan, menurunkan ketegangan. Intervensi
13) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasanya / tiba-tiba. Rasional : dapat menandakan terjadinya komplikasi, seperti infeksi.
Intervensi 14) Berikan obat sesuai
indikasi. Rasional : menghilangkan
nyeri pada tulang. Intervensi 15) Berikan / awasi analgesik yang dikontrol pasien bila
diindikasi. Rasional : untuk
mempertahankan kadar analgesik darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam
penghilangan nyeri.
c. Risiko tinggi terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan / interupsi aliran darah,
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus. Tujuan : Fungsi neuro vaskuler kembali
normal. Kriteria hasil : Mempertahankan
perfusi jaringan, terabanya nadi, kulit hangat, sensasi normal, sensori biasa,
tanda vital stabil. Intervensi 1) Lepaskan
perhiasan dari ekstremitas yang sakit. Rasional
: dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema. Intervensi 2) Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap
cedera melalui palpasi / doppler. Rasional
: penurunan atau tidak adanya nadi menggambarkan cedera vaskuler dan
perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi. Intervensi 3) Kaji
aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur. Rasional : kembalinya warna harus cepat
(3-5 hari). Intervensi 4) Lakukan
pengkajian neuromuskuler. Rasional :
gangguan perasaan kebas, peningkatan nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf
tidak adekuat. Intervensi 5) Tes
sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama
dan kedua serta kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan. Rasional : panjang
dan posisi saraf perineal meningkatkan risiko cedera pada fraktur kaki, edema
atau malposisi. Intervensi 6)
pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera. Rasional : meningkatkan drainase vena / menurunkan edema. Intervensi 7) Kaji keseluruhan panjang
ekstremitas untuk tipe cedera untuk pembengkakan / pembentukan edema. Rasional : peningkatan lingkar
ekstremitas yang cedera dapat diduga adanya pembengkakan jaringan / edema umum
tetapi dapat menunjukkan perdarahan. Intervensi
8) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba seperti penurunan suhu
kulit, dan peningkatan nyeri. Rasional : dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan
kerusakan arteri yang berdekatan dengan akibat hilangnya aliran darah ke
distal. Intervensi 9) Dorong pasien
untuk secara rutin latihan jari / sendi distal cedera. Rasional : meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah. Intervensi
10) Selidiki nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki. Rasional : terdapat peningkatan
potensial untuk tromboflebitis dan emboli paru pada pasien imobilisasi selama 5
hari atau lebih. Intervensi 11)
Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat / sianosis. Rasional : Ketidakadekuatan volume
sirkulasi dan mempengaruhi perfusi jaringan. Intervensi 12) Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi. Rasional : menurunkan edema /
pembentukan hematoma yang dapat menggangu sirkulasi. Intervensi 13) Bebat / buat
spalk sesuai kebutuhan. Rasional :
mungkin dilakukan pada keadaan darurat untuk menghilangkan restriksi sirkulasi
yang diakibatkan oleh pembentukan edema pada ekstremitas yang sakit. Intervensi 14) Kaji / awasi tekanan
intrakompartemen. Rasional :
peninggian tekanan (biasanya sampai 30 mmHg atau lebih) menunjukkan kebutuhan
evaluasi segera dan intervensi. Intervensi
15) Awasi Hb / Ht, pemeriksaan koagulasi (kadar protombin). Rasional : membantu menurunkan trombus
vena dalam.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak,
perubahan membran alveolar / kapiler, interstitial, edema paru, kongesti. Tujuan : Pernapasan kembali adekuat /
dalam keadaan normal. Kriteria hasil :
Mempertahankan fungsi pernapasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dipsnea
/ sianosis, frekuensi pernapasan dan GDA dalam batas normal. Intervensi 1) Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan terjadinya ketidaksamaan. Rasional
: perubahan dalam / adanya bunyi adventius menunjukkan terjadinya konflik
pernafasan. Intervensi 2) Awasi
frekuensi pernafasan, perhatikan stridor, retraksi. Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dalam mental dan tanda
dini insufisiensi pernafasan mungkin hanya indikator terjadinya emboli paru ada
tahap awal masih adanya tanda / gejala menunjukkan distres pernapasan luas /
cenderung gagal. Intervensi 3) Atasi
jaringan cedera / tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama.
Rasional : mencegah terjadinya emboli
lemak. Intervensi 4) Instruksikan
dan bantu dan latihan nafas dalam dan
batuk. Rasional : meningkatkan
ventilasi alviolar dan perfusi. Intervensi
5) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor. Rasional : gangguan pertukaran gas
dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien. Intervensi 6) Observasi sputum untuk
tanda adanya darah. Rasional :
hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru. Intervensi 7) Berikan obat sesuai indikasi heparin untuk dosis
rendah. Rasional : untuk mencegah
bertambah pembekuan pada tromboflebitis. Intervensi
8) Berikan obat kortikosteroid. Rasional
: untuk mencegah dan mengatasi emboli lemak. Intervensi 9) Berikan tambahan oksigen bila diindikasi. Rasional : Untuk meningkatkan sediaan
oksigen. Intervensi 10) Awasi
pemeriksaan laboratorium. Rasional :
menurunkan PaO2 dan peningkatan PaCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuskuler (nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif
/ imobilisasi tungkai). Tujuan :
Mempertahankan mobilitas agar mampu melakukan aktivitas. Kriteria hasil : Meningkatkan/
mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin,
mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan / fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh dan menunjukkan teknik yang memampukan
melakukan aktifitas. Intervensi 1) Kaji derajat imobilitas
yang dihasilkan oleh cedera. Rasional :
pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi / intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan. Intervensi 2) Dorong partisipasi pada aktivitas
terapeutik / rekreasi. Rasional :
memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi. Intervensi 3) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak
pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit. Rasional : meningkatkan aliran darah ke
otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot. Intervensi 4) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan
tungkai yang sakit dan tidak sakit. Rasional : kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau
menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan otot. Intervensi 5) Berikan papan kaki, bebat
pergelangan, gulungan trokanter. Rasional
: berguna untuk mempertahankan posisi fungsional ekstremitas dan mencegah
komplikasi. Intervensi 6) Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin. Rasional : menurunkan risiko
kontraktur fleksi panggul. Intervensi 7) Bantu / dorong perawatan
diri / kebersihan diri. Rasional : meningkatkan kekuatan otot
dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan
kesehatan diri. Intervensi 8)
Berikan / bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat. Rasional : imobilisasi dini menurunkan
komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi
organ. Intervensi 9) Awasi tekanan
darah dengan melakukan aktivitas, perhatikan
keluhan pusing. Rasional :
hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan memerlukan intervensi khusus. Intervensi
10) Ubah posisi secara periodik dan dorong klien untuk latihan batuk atau
panas dalam. Rasional : mencegah atau menurunkan komplikasi kulit /
pernafasan. Intervensi 11)
Auskultasi bising usus, awasi kebiasaan eliminasi. Rasional : untuk memudahkan eliminasi dan mencegah komplikasi.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi, akumulasi eksresi / sekret dan
imobilisasi fisik. Tujuan : Untuk
mencegah terjadinya kerusakan kulit. Kriteria
hasil : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan prilaku /
teknik untuk mencegah kerusakan kulit / memudahkan penyembuhan luka sesuai
indikasi dan mencapai penyembuhan luka sesuai indikasi, mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu / penyembuhan lesi terjadi. Intervensi 1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing,
kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu memutih. Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah
yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan traksi. Intervensi
2) masase kulit dan penonjolan tulang. Rasional
: menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi / kerusakan
kulit. Intervensi 3) Ubah posisi dengan
sering. Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang
sama dan meminimalkan risiko kerusakan
kulit. Intervensi 4) Kaji posisi
cincin bebat pada alat traksi. Rasional
: posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit. Intervensi 5) Bersihkan
kulit dengan sabun dan air, gosok perlahan dengan alkohol. Rasional : memberikan gips tetap kering dan area yang bersih. Intervensi 6) Potong pakaian dalam yang
menutup area dan perlebar beberapa inci di atas gips. Rasional : berguna untuk bantalan tonjolan tulang. Intervensi 7) Gunakan telapak tangan
untuk pemasangan, pertahankan atau lepaskan gips dan dukung bantal setelah
pemasangan. Intervensi 8) Potong
kelebihan plester dari akhir gips sesegera mungkin. Rasional : tingkatkan pengeringan gips dengan mengangkat linen
tempat tidur, memajankan pada sirkulasi
udara. Intevensi 9) Observasi untuk
potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah bebatan. Rasional : tekanan dapat menyebabkan
ulserasi, nekrosis. Intervensi 10)
Beri bantalan pada akhir gips dengan plester tahan air. Rasional : memberikan perlindungan yang efektif pada lapisan
gips dan kelembaban. Membantu mencegah kerusakan material gips
pada akhir dan menurunkan iritasi kulit. Intervensi
11) Masase kulit sekitar akhir gips dengan alkohol. Rasional : mempunyai efek pengering yang menguatkan kulit. Intervensi 12) Lakukan perawatan kulit.
Rasional : untuk mencegah kerusakan
jaringan.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema, dan demam. Intervensi
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kntibuitas. Rasional : pen atau kawat tidak harus
dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan, atau abrasi. Intervensi 2) Kaji
sisi pen / kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri. Rasional : dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokasi. Intervensi 3) Berikan
perawatan pen / kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan. Rasional : dapat mencegah kontaminasi
silang dan kemungkinan infeksi. Intervensi
4) Observasi luka, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau
drainase yang tidak enak / asam. Rasional
: tanda perkiraan infeksi ganggren. Intervensi
5) Kaji tonus otot dan refleks tendon. Rasional : untuk mencegah kekuatan
otot dan tetanus. Intervensi 6)
Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerak. Rasional : dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis. Intervensi 7) Lakukan prosedur isolasi.
Rasional : adanya
drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka / linen untuk mencegah
kontaminasi silang. Intervensi 8)
Awasi pemeriksaan laboratorium seperti
hitung darah lengkap. Rasional : anemia
dapat terjadi pada osteomielitis, leukositosis biasanya adanya proses infeksi. Intervensi 9) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik.
Rasional : untuk menghilangkan
mikroorganisme atau sebagai kekebalan tubuh.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber
informasi. Tujuan : Pemahaman,
kondisi, prognosis dan pengobatan terpenuhi. Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman, kondisi, prognosis,
pengobatan dan melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan. Intervensi 1) Kaji
ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi. Intervensi 2)
Identifikasi tersedianya sumber pelayanan di masyarakat. Rasional : memberikan bantuan untuk memudahkan perawatan diri dan
mendukung kemandirian. Intervensi 3)
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah
fraktur. Rasional : mencegah
kekakuan sendi, kontraktur, kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktifitas
sehari-hari. Intervensi 4) Kaji
ulang perawatan luka yang tepat. Rasional
: menurunkan risiko trauma tulang / jaringan dan infeksi yang dapat
berlanjut menjadi osteomielitis. Intervensi
5) Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan evaluasi
medik, seperti nyeri berat, demam / menggigil, bau tidak enak, perubahan
sensasi, pembengkakan, paralisis, ibu jari atau ujung jari putih / dingin,
titik hangat, area lunak, gips retak. Rasional : Intervensi cepat dapat
menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi / gangguan sirkulasi.
4.
Implementasi
Menurut Nursalam
(2001, hal : 63) implementasi / pelaksanaan keperawatan merupakan inisiatif
dari perencanaan tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing oders untuk mambantu klien mencapai tujuan yang
diharapkankan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memilih tindakan perawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat ke
dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.
5.
Evaluasi
Menurut Nursalam
(2001, hal : 63) evaluasi keperawatan merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku
yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk
menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif.
Selanjutnya
Nursalam (2001, hal : 63) menambahkan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan yang
diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan, antara lain:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
(klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
(klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
(klien memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tujuan).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam
bab ini penulis menyajikan data pada klien dengan fraktur tertutup femur dexra
yang dirawat di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh
Utara. Tinjauan kasus ini merupakan gambaran asuhan keperawatan yang penulis
lakukan mulai tanggal 24 Mei sampai dengan 26 Mei 2012, melalui pendekatan
proses keperawatan adalah sebagai berikut :
A. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal 24 Mei 2012 di Ruang Perawatan
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, dengan nomor register 03.58.87.
1. Identitas Klien
Nama
: Tn.TM, jenis kelamin : laki-laki, berumur
: 18 Tahun, status perkawinan : belum kawin, beragama Islam, suku bangsa
(Aceh) Indonesia, berpendidikan SMA, bahasa yang digunakan yaitu bahasa Aceh,
pekerjaan klien sebagai siswa / pelajar, alamat klien di Meunasah Bale Bayu,
sumber biaya klein yaitu menggunakan Jamkesmas dan sumber informasi didapatkan
dari klien dan keluarga.
2. Riwayat Kesehatan
Klien
masuk Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara pada tanggal 23 Mei 2012, pada pukul 09.00 Wib. Pasien
tiba di rumah sakit diantar keluarga. Tindakan yang dilakukan pertama kali
adalah mengukur tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse
; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x / menit. Berat
badan klien : 55 dan tinggi badan : 165 Cm.
3. Riwayat Keperawatan
a.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara, dengan keluhan
utama yaitu klien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan. Keluhan nyeri klien
yaitu diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan terjadinya
fraktur. Nyeri ini timbul secara mendadak setelah terjadinya kecelakaan lalu
lintas dan klien segera dibawa ke rumah sakit.
b.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1)
Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat
alergi terhadap obat dan makanan. dalam pengkajian yang dilakukan tidak
ditemukan tanda dan gejala dari reaksi dan alergi.
2)
Riwayat Kecelakaan
Klien tidak pernah mengalami
kecelakaan sebelumnya dan klien belum pernah mengalami fraktur sebelumnya.
3)
Riwayat Dirawat di Rumah Sakit
Klien tidak pernah mengalami
penyakit lain selain fraktur yang sedang dialami sekarang dan belum pernah
mendapat perawatan.
4)
Riwayat Pemakaian Obat
Sebelum dirawat di Ruang
Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum daerah Cut Meutia Aceh Utara, Klien tidak
mendapat / menggunakan obat-obatan, baik melalui resep maupun membeli bebas.
c.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam riwayat keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit fraktur seperti yang dialami Tn.TM saat ini.
Gambar 3.1 genogram keluarga
klien Tn.TM
|
|
KET : =
Laki-laki =
Laki-laki Meninggal
= Perempuan =
Perempuan Meningal
=
Pasien = Tinggal Serumah
Klien merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Dari pengkajian genogram tidak didapatkan data
bahwa penyakit yang diderita klien adalah penyakit keturunan / genetik.
d.
Penyakit Yang Pernah Diderita
Klien mengatakan bahwa tidak
ada penyakit anggota keluarga yang menjadi faktor risiko terjadi fraktur pada
klien.
e.
Riwayat Psikososial dan Spiritual
1)
Orang Terdekat Dengan Klien
Klien mengatakan bahwa orang
terdekat dengan klien adalah ibu klien sendiri. Hal ini dikarenakan klien
tinggal serumah bersama ibu.
2)
Interaksi Dalam Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan bahwa pola komunikasi interaksi dalam
keluarga baik dan sering antar anggota keluarga. Klien selalu ikut dalam
pembuatan keputusan dalam musyawarah keluarga. Klien juga mengatakan bahwa
kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan klien dan anggota keluarga adalah ikut
serta dalam gotong royong desa, duduk di warung kopi dan ikut dalam rapat
pemuda di desa.
3) Dampak Penyakit Klien Terhadap Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa
dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa kuatir dan cemas
terhadap penyakit klien. Namum setelah klien mendapatkan perawatan di rumah
sakit, rasa kuatir dan cemas keluarga hilang.
4) Masalah Yang Mempengaruhi Klien
Klien mengatakan masalah yang
mempengaruhi klien adalah rasa nyeri dan keterbatasan untuk bergerak.
5) Mekanisme Koping Terhadap Stress
Klien mengatakan agak sedikit
cemas dengan kondisi yang dialaminya, namun mekanisme koping efektif dan klien
mendapat support system dari keluarga. Klien menenangkan diri / rileks. Klien
tidak mengalami cemas lagi.
6) Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya
Klien mengatakan penyakit yang
dideritanya merupakan penyakit serius yang butuh perawatan yang serius dan
optimal.
7) Sistem Nilai Kepercayaan
Klien mengatakan bahwa klien
yakin penyakitnya akan sembuh dengan mendapatkan perawatan yang baik dari rumah
sakit.
8)
Kondisi Lingkungan Rumah
Keluarga dan klien mengatakan kndisi lingkungan rumah tidak mempengaruhi
terhadap kondisi penyakit yang dideritanya saat ini.
9)
Pola Kebiasaan
a)
Pola Nutrisi
Klien mengatakan klien kurang nafsu makan. Penampilan klien tampak lebih kurus setelah masuk
rumah sakit. Selama di rumah
sakit berat bedan klien turun 2 Kg (sebelum masuk rumah sakit berat badan klien
57 Kg dan selama di rumah sakit berat badan klien 55 Kg). Pola makann klien 3
kali sehari dan klien menghabiskan ½ porsi yang disediakan. Selama di rumah
sakit, klien mendapat makanan yang
dengan nasi yang lunak. Makan di bantu oleh keluarga.
b) Pola Eliminasi
Klien mengatakan buang air
besar (BAB) lancar yaitu frekuensi 2
kali sehari pada pagi dan malam dengan karakter lunak dan berwarna kuning.
Klien juga mengatakan klien buang air kecil (BAK) 3 sampai 4 kali sehari dengan
warna normal (kuning jernih).
c) Pola Personal Hygiene
Klien mengatakan belum pernah
mandi sejak dirawat. Selama di rumah sakit klien tidak pernah mencuci rambut.
Klien tampak tidak segar, kumuh dan bau, kuku klien tampak panjang dan kotor.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan pola
istirahat dan tidur klien baik. Klien tampak tidur siang selama 2 jam dan tidur
malam selama 7 jam. Klien juga mengatakan klien tidak mempunyai kebiasaan
sebelum tidur seperti membaca dan menonton dan lain-lain.
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengatakan klien tidak
mempunyai pola aktivitas dan latihan seperti biasanya selama dirumah sakit.
Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas
dan latihan seperti biasanya dikarenakan rasa nyeri pada paha kanan.
Wajah klien tampak meringis saat pergerakan tubuh terutama pada paha yang
mengalami fraktur. Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga.
f) Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan
Klien mengatakan klien adalah
seorang perokok namun selama di rumah sakit klien tidak merokok. selama klien
dirawat klien tidak pernah terlihat menghisap rokok. Klien juga mengatakan
tidak pernah minum minuman keras dan tidak pernah mamakai NABZA (Narkotika, Alkohol
dan Zat Adiktif).
4.
Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien : lemah,
berat badan : 55 Kg (sebelum masuk rumah sakit : 57 Kg), tinggi badan : 165 Cm,
TD : 120 / 80 mmHg, polse : 84 x / menit, temperatur : 36,5 oC,
respirasi : 24 x / menit. Pada klien tidak dijumpai adanya pembesaran kelenjar
getah bening.
b.
Sistem Penglihatan
Mata : simetris kiri dan kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, pupil isokor, dan konjungtiva normal (merah muda), kornea normal, otot-otot
mata tidak dijumpai adanya kelainan, fungsi penglihatan baik (normal), klien tidak menggunakan kaca
mata dan lensa kontak.
c.
Sistem Pendengaran
Daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, kondisi telinga
tengah normal (tidak ada pembengkakan dan lesi), tidak ada cairan dari telinga
berupa darah atau nanah, fungsi pendengaran baik dan klien tidak menggunakan
alat bantu pendengaran.
d.
Sistem Wicara
Sistem wicara klien baik (normal, tidak dijumpai adanya aphasia, aphonia, dan dysartria).
e.
Sistem Pernafasan
Jalan nafas bersih (tidak ada sumbatan), pernafasan tidak ada sesak,
klien tidak menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi pernafasan 24 x /
menit, irama pernafasan teratur, jenis pernafasan teratur dan bernafas dengan
dalam, tidak adanya batuk, sputum, darah dan tidak adanya nyeri saat bernafas,
suara nafas vasikuler, dan klien juga tidak menggunakan alat bantu nafas.
f.
Sistem Kardiovaskuler
1)
Sirkulasi Perifer
Nadi : 84 x / menit, irama
teratur, tekanan darah : 120 / 80 mmHg, temperatur kulit hangat, warna kulit
normal (tidak pucat dan tidak ada sianosis), tidak ada edema.
2)
Sirkulasi Jantung
Kecepatan denyut apical : 84 x / menit, irama teratur, tidak ada kelainan
bunyi jantung seperti murmur atau gallop..
g.
Sistem Hematology
Klien tidak ada gangguan hematologi yaitu pucat dan perdarahan seperti ptechie,
purpura, mimisan, perdarahan gusi dan echimosis.
h.
Sistem Syaraf Pusat
Klien tidak keluhan sakit
kepala seperti vertigo, migrain dan lain-lain. Tingkat kesadaran compos mentis. Tidak adanya
tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial. Klien juga tidak ada mengalami
gangguan sistem persyarafan seperti kejang, pelo, mulut moncong, disorientasi,
plineuritis / kesemutan dan kelumpuhan
ekstremitas.
i.
Sistem
Percernaan
Pada keadaan mulut : gigi
tidak ada caries, tidak ada penggunaan
gigi palsu, tidak ada stomatitis, tidak ada lidah kotor, saliva normal, tidak
adanya muntah, tidak ada nyeri daerah perut, pristaltik atau bising usus klien 4-5
x / menit, klien tidak mengalami diare. Klien juga tidak mengalami konstipasi.
Pada pemeriksaan hepar tidak teraba, dan abdomen normal (tidak kembung, acites,
atau distensi), bunyi tympani
tidak terdengar saat dilakukan perkusi. .
j.
Sistem
Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid seperti exoptalmus, tremor dan deaporesis. Nafas tidak berbau keton
dan tidak ada luka ganggren.
k. Sistem Urogenital
Balance cairan : intake 1800
ml dan output 1800 ml, tidak adanya perubahan perubahan pola kemih seperti retensi,
urgensi, disuria, nucturia, inkontinensia dan anuria. BAK (buang air kecil) normal : kuning jernih. Tidak adanya distensi / ketegangan kandung kemih dan tidak ada keluhan klien
tentang sakit / nyeri pinggang.
l.
Sistem
Integument
Turgor kulit : baik,
temperatur kulit hangat (36,5 oC), warna kulit kemerahan dan keadaan
kulit baik, tidak adanya insisi operasi,
tidak ada kelainan pigmen, kondisi
kulit daerah pemasangan infus : baik. Keadaan rambut : tekstur baik (normal),
kebersihan rambut : kotor dan bau.
m. Sistem Musculoskeletal
Klien mengatakan mengalami
kesulitan dalam pergerakan karena adanya nyeri fraktur di paha kanan, tingkat skala
nyeri : (5). pada daerah fraktur yaitu paha kanan mengalami pembengkakan sendi.
Kelemahan kekuatan otot ektremitas yaitu skala kekuatan otot ekstremitas kanan
atas dan kiri atas : (5), untuk
ekstremitas kanan bawah : (5) dan ekstremitas kiri bawah (1). Selanjutnya, klien tidak mengalami adanya
kelainan struktur tulang belakang seperti skliasis,
lordosis dan kiposis.
5.
Data Tambahan (Pemahaman Tentang Penyakit)
Klien mengatakan tidak mengerti bagaimana
perawatan yang harus dilakukan pada penyakit fraktur (patah tulang). Klien
tampak bingung dan tidak mengerti cara perawatan fraktur.
6.
Data Penunjang (Pemeriksaan diagnostik :
Laboratorium, Radiologi, Endoskopi, dan lain-lain)
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
pada klien Tn.TM dengan fraktur tertutup femur dextra, meliputi pemeriksaan
antara lain : hemglobin yaitu 11,6 gr/dl (normal ; laki-laki : 13-18 gr/dl, dan
perempuan 12-16 gr/dl). Hematokrit
: 35 % (normal : 40-45%). Leukosit :3880 mm3 (normal : 4000-100000 mm3). Trombosit : 26.000 (15.000-40.000),
kreatinin : 11,07 mg / 100 ml (10-50 mg / 100 ml). Sedangkan pada foto rontgent : tampak adanya
fraktur yaitu fraktur femur dextra
lateral.
7.
Penatalaksanaan (Therapi / Pengobatan)
Pemberian cairan infus intravena Nacl : 20 tetes / menit, injeksi Cefotaxime : 1 gr / 12 jam, injeksi Tramadol : 1 amp / 8 jam, Ondansetron : 1 amp / 12 jam, Ranitidin : 1 amp / 8 jam.
Catatan Cerita (Narative Notes)
Data subjektif : klien mengeluh nyeri pada paha sebelah
kanan. Klien mengatakan klien kurang nafsu makan. Selanjutnya, klien mengatakan
mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak bisa beraktivitas dan latihan
seperti biasanya dikarenakan rasa nyeri pada paha kanan. Klien mengatakan belum pernah mandi sejak dirawat.
Klien juga mengatakan tidak mengerti
bagaimana perawatan yang harus dilakukan pada penyakit fraktur (patah tulang).
Data objektif : Penampilan
klien tampak lebih kurus setelah masuk rumah sakit. Selama di rumah sakit berat
bedan klien turun 2 Kg (sebelum masuk rumah sakit berat badan klien 57 Kg dan
selama di rumah sakit berat badan klien 55 Kg). Klien menghabiskan ½ porsi yang
disediakan. Makan di bantu oleh keluarga. tanda-tanda vital sign antara lain :
TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC, respirasi
; 24 x / menit. Tinggi badan : 165 Cm. Selama di rumah sakit klien tidak pernah
mencuci rambut. Klien tampak tidak segar, kumuh dan bau, kebersihan rambut :
kotor dan kuku klien tampak panjang dan kotor. Wajah klien tampak meringis saat
pergerakan tubuh terutama pada paha yang mengalami fraktur. Aktivitas klien
dibantu oleh perawat dan keluarga. tingkat skala nyeri : (5). pada daerah
fraktur yaitu paha kanan mengalami pembengkakan sendi. Kelemahan kekuatan otot
ektremitas yaitu ekstremitas kiri bawah
(1). Klien tampak bingung dan tidak mengerti cara perawatan fraktur.
Analisa Data
Dari hasil
pengkajian yang penulis dapatkan pada tanggal 24 Mei 2012 dari klien Tn.TM
dengan fraktur tertutup femur dextra, antara lain :
- Data Subjektif : Klien mengeluh nyeri pada paha sebelah
kanan. Data Objektif : Wajah
klien tampak meringis saat pergerakan tubuh terutama pada paha yang
mengalami fraktur, tingkat skala nyeri : (5), pada daerah fraktur yaitu
paha kanan mengalami pembengkakan sendi, tanda-tanda vital sign antara
lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Masalah : Nyeri (akut). Penyebab : Gerakan fragmen tulang, dan cedera pada jaringan
lunak.
- Data Subjektif : Klien mengatakan klien kurang nafsu makan. Data Objektif : Penampilan klien
tampak lebih kurus setelah masuk rumah sakit. Selama di rumah sakit berat
bedan klien turun 2 Kg (sebelum masuk rumah sakit berat badan klien 57 Kg
dan selama di rumah sakit berat badan klien 55 Kg), klien menghabiskan ½
porsi yang disediakan. Tinggi
badan : 165 Cm. Masalah :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Penyebab : Anoreksia.
- Data Subjektif : Klien mengatakan mengalami kesulitan dalam
pergerakan, tidak bisa beraktivitas dan latihan seperti biasanya dikarenakan
rasa nyeri pada paha kanan. Data
Objektif : Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga, pada
daerah fraktur yaitu paha kanan mengalami pembengkakan sendi. Kelemahan
kekuatan otot ektremitas yaitu
ekstremitas kiri bawah (1), tanda-tanda vital sign antara lain : TD
; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Masalah :
Kerusakan mobilitas fisik. Penyebab
: Nyeri / ketidaknyamanan.
- Data subjektif : Klien mengatakan belum pernah mandi sejak
dirawat. Data objektif : Selama
di rumah sakit klien tidak pernah mencuci rambut. Klien tampak tidak
segar, kumuh dan bau, kebersihan rambut : kotor dan kuku klien tampak
panjang dan kotor. Masalah :
Defisit perawatan diri. Penyebab :
Ketidakmampuan melakukan aktivitas.
- Data Subjektif : Klien
mengatakan tidak mengerti bagaimana perawatan yang harus dilakukan
pada penyakit fraktur (patah tulang). Data
Objektif : Klien tampak bingung dan tidak mengerti cara perawatan
fraktur. Masalah : Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
Penyebab : Kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber
informasi.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan dapat diangkat menurut prioritas tinjauan kasus diatas, yaitu :
- Nyeri
(akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada jaringan
lunak.
- Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan.
- Defisit
perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas.
- Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi
informasi / tidak mengenal sumber informasi.
C.
Perencanaan Asuhan Keperawatan
Adapun
rencana asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada klien Tn.TM dengan fraktur
tertutup femur dextra adalah sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen
tulang, dan cedera pada jaringan lunak, ditandai dengan ; Data Subjektif : Klien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan. Data Objektif : Wajah klien tampak
meringis saat pergerakan tubuh terutama pada paha yang mengalami fraktur,
tingkat skala nyeri : (5), pada daerah fraktur yaitu paha kanan mengalami
pembengkakan sendi, tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg,
polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x /
menit. Tujuan : nyeri hilang /
berkurang. Kriteria hasil : Klien
menyatakan nyeri hilang, menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam aktivitas / tidur / istirahat dengan tepat, menunjukkan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual. Intervensi 1) Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit dengan tirah baring. Rasional : menghilangkan nyeri dan
mencegah kesalahan posisi tulang. Intervensi
2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang sakit. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, dan menurunkan edema. Intervensi 3) Evaluasi keluhan nyeri
dan tingkat intensitas nyeri. Intervensi
4) Berikan obat sesuai indikasi. Rasional
: Diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, ditandai dengan ; Data Subjektif : Klien mengatakan klien kurang nafsu makan. Data Objektif : Penampilan klien tampak
lebih kurus setelah masuk rumah sakit. Selama di rumah sakit berat bedan klien
turun 2 Kg (sebelum masuk rumah sakit berat badan klien 57 Kg dan selama di
rumah sakit berat badan klien 55 Kg), klien menghabiskan ½ porsi yang
disediakan. Tinggi badan : 165 Cm. Tujuan : Kebutuhan
nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : Klien menunjukkan berat badan stabil
atau peningkatan berat badan sesuai dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda malnutrisi. Intervensi (1) Timbang berat badan setiap
hari. Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet /
keefektifan terapi. Intervensi (2) Anjurkan klien untuk menjaga
kebersihan mulut. Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan selera makan.
Intervensi (3) Batasi makan yang dapat menyebabkan kram abdomen.
Rasional : Mencegah serangan akut eksaserbasi. Intervensi
(4) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Rasional :
Dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi
gaster. Intervensi (5) Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional :
Membantu membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
/ ketidaknyamanan, ditandai dengan ; Data
Subjektif : Klien mengatakan mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak
bisa beraktivitas dan latihan seperti biasanya dikarenakan rasa nyeri pada paha
kanan. Data Objektif : Aktivitas
klien dibantu oleh perawat dan keluarga, pada daerah fraktur yaitu paha kanan
mengalami pembengkakan sendi. Kelemahan kekuatan otot ektremitas yaitu ekstremitas kiri bawah (1) tanda-tanda vital
sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Tujuan :
Mempertahankan mobilitas agar dapat melakukan aktivitas. Kriteria hasil : Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional,
meningkatkan kekuatan / fungsi yang
sakit dan mengkompensasi bagian tubuh dan
menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas. Intervensi 1) Observasi
tanda-tanda vital. Rasional :
Memantau keadaan klien. Intervensi 2)
Bantu klien untuk melakukan rentang-gerak pada ekstremitas yang sakit. Rasional
: meningkatkan darah ke otot dan tulang. Intervensi 3) Auskultasi bising usus, dan awasi kebiasaan
eliminasi. Rasional : Mencegah dan
membatasi komplikasi.
Diagnosa 4 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas,
ditandai dengan ; Data subjektif : Klien
mengatakan belum pernah mandi sejak dirawat. Data objektif : Selama di rumah sakit klien tidak pernah mencuci
rambut. Klien tampak tidak segar, kumuh dan bau, kebersihan rambut : kotor dan
kuku klien tampak panjang dan kotor. Tujuan
: Perawatan diri klien terpenuhi. Kriteria
hasil : Klien mampu melakukan kebersihan badan, pakaian dan penampilan. Intervensi 1) Kaji tingkat kebersihan
klien. Rasional : Meningkatkan
kenyamanan klien. Intervensi 2)
Mendemontrasikan tentang pentingnya perawatan diri. Rasional : Mendorong keluarga dan klien mandi. Intervensi 3) Identifikasi tanda perubahan kondisi tingkat kenyaman
klien. Rasional : Mendorong klien
untuk tetap rileks. Intervensi 4)
Upayakan pada keluarga untuk menjaga kebersihan klien. Rasional : Bantu meningkatkan kenyamanan klien.
Diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi,
ditandai dengan ; Data Subjektif : Klien mengatakan tidak mengerti bagaimana perawatan
yang harus dilakukan pada penyakit fraktur (patah tulang). Data Objektif : Klien tampak bingung dan tidak mengerti cara
perawatan fraktur. Tujuan : Pemahaman,
kondisi, prognosis dan pengobatan terpenuhi. Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan serta melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan. Intervensi
1) Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang. Rasional : Memberikan dasar pengetahuan
dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. Intervensi 2) Identifikasi tersedianya sumber pelayanan
dimasyarakat. Rasional : Memberikan
bantuan untuk memudahkan perawatan diri dan mendukung kemandirian. Intervensi 3) Dorong pasien untuk
memudahkan perawatan diri dan mendukung kemandirian. Rasional : Mencegah kekakuan, kontraktur dan kelelahan otot serta
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari. Intervensi 4) Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh nyeri berat, demam / menggigil, bau tidak enak,
perubahan sensasi, pembengkakan, paralisis, ibu jari atau ujung jari putih /
dingin, titik hangat, area lunak, gips retak. Rasional : Intervensi cepat dapat menurunkan beratnya komplikasi
seperti infeksi / gangguan sirkulasi.
D.
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan &
Evaluasi
Pelaksanaan
& evaluasi pada Tn.TM dengan fraktur tertutup femur dextra pada tanggal 24
Mei 2012 adalah sebagai berikut :
Implementasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.00 Wib) :
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Meninggikan dan mendukung ekstremitas yang sakit. Mengevaluasi keluhan nyeri,
dan tingkat intensitas nyeri (skala nyeri : 5). Melakukan / memberikan injeksi Tramadol :
1 amp / 8 jam.
Evaluasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.30 Wib) : Data
Subjektif : klien mengatakan masih
merasakan nyeri pada paha sebelah kanan. Data
Objektif : Wajah klien tampak meringis saat pergerakan tubuh terutama pada
paha yang mengalami fraktur, tingkat skala nyeri : (5), pada daerah fraktur
yaitu paha kanan masih mengalami pembengkakan sendi, tanda-tanda vital sign
antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Masalah :
Masalah belum teratasi. Planning :
Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 09.30 Wib) : Menimbang
berat badan klien (Berat badan : 55 Kg). Menganjurkan klien untuk menjaga
kebersihan mulut. membatasi makan yang dapat menyebabkan kram abdomen
seperti makanan yang
mengandung gas. Memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Melakukan
kolaborasi memberikan diit makanan lunak.
Evaluasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 10.00 Wib) : Data subjektif :
Klien mengatakan masih kurang nafsu makan. Data
Objektif : Penampilan klien masih tampak.kurus, klien hanya menghabiskan ½
porsi yang disediakan. badan klien 55 Kg, tinggi badan : 165 Cm. Analisa : Masalah belum teratasi. Planning : Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, (pukul 09.30 Wib). Mengobservasi
tanda-tanda vital klien ; TD : 120 / 80
mmHg, temperatur : 36,5 oC, nadi : 84 x / menit, polse : 24 x /
menit. Membantu pasien untuk melakukan rentang gerak pada ekstremitas yang
sakit. Melakukan auskultasi bising(peristaltik usus 4-5 x / menit) dan
mengawasi kebiasaan eliminasi.
Evaluasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, (pukul 09.30 Wib). Data Subjektif : Klien mengatakan masih
kesulitan bergerak, beraktivitas dan latihan seperti biasanya dikarenakan rasa
nyeri pada paha kanan. Data Objektif :
Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga, pada daerah fraktur yaitu
paha kanan masih ada pembengkakan sendi. Kelemahan kekuatan otot ektremitas
yaitu ekstremitas kiri bawah (1),
tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit,
temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x / menit. Analisa : Masalah belum teratasi. Planning : Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 4 : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, (pukul 10.00 Wib). Mengkaji
tingkat kebersihan klien (kebersihan klien kurang). Mendemontrasikan tentang
pentingnya perawatan diri (memberikan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya
perawatan diri). Mengidentifikasi tanda perubahan kondisi tingkat kenyaman
klien (mempertahankan tingkat kebersihan klien dan tempat tidur klien).
Mengupayakan pada keluarga untuk menjaga kebersihan klien (mendorong keluarga
agar ikut membantu menjaga kebersihan klien yang meliputi personal hygiene dan
kebersihan mulut.
Evaluasi diagnosa 4 : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, (pukul 11.00 Wib). Data
Subjektif : Klien mengatakan tampak lebih segar setelah mandi. Data Objektif : Wajah klien tampak
lebih segar, klien tidak lagi tampak kumuh, dan bau klien berkurang, kuku
tampak bersih dan pendek, rambut klien belum dicuci dan sedikit bau. Analisa : Masalah teratasi sebagian. Planning : Intervensi dilanjutkan.
Pelaksanaan
& evaluasi pada Tn.TM dengan fraktur tertutup femur dextra pada tanggal 25
Mei 2012 adalah sebagai berikut :
Implementasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.00 Wib) :
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. Meninggikan dan mendukung ekstremitas yang
sakit. Mengevaluasi keluhan nyeri, dan tingkat intensitas nyeri (skala nyeri :
5). Melakukan / memberikan injeksi Tramadol : 1 amp / 8 jam.
Evaluasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.30 Wib) : Data
Subjektif : Klien mengatakan masih
merasakan nyeri pada paha sebelah kanan. Data
Objektif : Wajah klien tampak meringis saat pergerakan tubuh terutama pada
paha yang mengalami fraktur, tingkat skala nyeri : (5), pada daerah fraktur
yaitu paha kanan masih mengalami pembengkakan sendi, tanda-tanda vital sign
antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Masalah :
Masalah belum teratasi. Planning :
Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 09.30 Wib) : Menimbang
berat badan klien (Berat badan : 55,5 Kg). Menganjurkan klien untuk menjaga
kebersihan mulut. membatasi makan yang dapat menyebabkan kram abdomen
seperti makanan yang
mengandung gas. Memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Melakukan
kolaborasi memberikan diit makanan lunak.
Evaluasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 10.00 Wib) : Data Subjektif :
Klien mengatakan sudah mulai nafsu makan. Data
Objektif : Penampilan klien masih tampak.kurus, klien hanya menghabiskan ¾ porsi
yang disediakan. badan klien 55 Kg, tinggi badan : 165 Cm. Analisa : Masalah teratasi sebagian. Planning : Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, (pukul 09.30 Wib).
Mengobservasi tanda-tanda vital klien ;
TD : 120 / 80 mmHg, temperatur : 36,5 oC, nadi : 84 x /
menit, polse : 24 x / menit. Membantu pasien untuk melakukan rentang gerak pada
ekstremitas yang sakit. Melakukan
auskultasi bising (peristaltik usus 4-5 x / menit) dan mengawasi kebiasaan
eliminasi.
Evaluasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, (pukul 09.30 Wib). Data Subjektif : Klien mengatakan masih
kesulitan bergerak, beraktivitas dan latihan seperti biasanya dikarenakan rasa
nyeri pada paha kanan. Data Objektif :
Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga, pada daerah fraktur yaitu
paha kanan masih ada pembengkakan sendi. Kelemahan kekuatan otot ektremitas
yaitu ekstremitas kiri bawah (1),
tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit,
temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x / menit. Analisa : Masalah belum teratasi. Planning : Intervensi dilanjutkan.
Implementasi diagnosa 4 : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, (pukul 10.00 Wib). Mengkaji
tingkat kebersihan klien (kebersihan klien bersih). Mendemontrasikan tentang
pentingnya perawatan diri (memberikan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya
perawatan diri). Mengidentifikasi tanda perubahan kondisi tingkat kenyaman
klien (mempertahankan tingkat kebersihan klien dan tempat tidur klien).
Mengupayakan pada keluarga untuk menjaga kebersihan klien (mendorong keluarga
agar ikut membantu menjaga kebersihan klien yang meliputi personal hygiene dan
kebersihan mulut.
Evaluasi diagnosa 4 : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, (pukul 11.00 Wib). Data
Subjektif : Klien mengatakan tampak segar setelah mandi dan klien juga
mengatakan rambutnya sudah dicuci. Data Objektif
: Wajah klien tampak lebih segar, klien tidak lagi tampak kumuh, dan bau
klien hilang, kuku tampak bersih dan pendek, rambut klien tampak lembab dan
bersih setelah dicuci dan bau rambut juga hilang. Analisa : Masalah teratasi. Planning
: Intervensi dihentikan dan dipertahankan.
Implementasi diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi,
(pukul 11.00 Wib). Mengkaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan
datang (penyakit klien adalah fraktur dan harapan kedepan klien dapat mengerti
tentang perawatan dan klien berpartisipasi dalam pemberian terapi pengobatan /
perawatan). Mengidentifikasi tersedianya sumber pelayanan dimasyarakat (rumah
sakit, puskesmas, dll). Mendorong klien pasien dalam perawatan diri seperti
melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh nyeri berat, demam / menggigil, bau tidak enak, perubahan sensasi,
pembengkakan, paralisis, ibu jari atau ujung jari putih / dingin, titik hangat,
area lunak, gips retak.
Evaluasi diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi,
(pukul 12.00 wib). Data Subjektif :
Klien mengatakan hanya sebagian informasi yang sudah dapat dimengerti. Data Objektif : Klien tampak sedikit
kebingungan dan masih bertanya tentang informasi yang diberikan perawat. Klien
hanya sebagian mengingat informasi yang diberikan. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : intervensi dilanjutkan.
Pelaksanaan
& evaluasi pada Tn.TM dengan fraktur tertutup femur dextra pada tanggal 26
Mei 2012 adalah sebagai berikut :
Implementasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.00 Wib) :
Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. Meninggikan dan mendukung ekstremitas yang
sakit. Mengevaluasi keluhan nyeri, dan tingkat intensitas nyeri (skala nyeri : 3).
Melakukan / memberikan injeksi Tramadol : 1 amp / 8 jam.
Evaluasi diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak, (pukul 09.30 Wib) : Data
Subjektif : klien mengatakan nyeri
pada paha sebelah kanan berkurang. Data
Objektif : Wajah klien tampak tenang dan sedikit hati-hati saat menggerakkan
tubuh terutama pada paha yang mengalami fraktur, tingkat skala nyeri : (3),
pada daerah fraktur yaitu paha kanan masih mengalami pembengkakan sendi,
tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit,
temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x / menit. Masalah : Masalah teratasi sebagian. Planning : Intervensi dilanjutkan dan dipertahankan.
Implementasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 09.30 Wib) : Menimbang
berat badan klien (Berat badan : 56 Kg). Menganjurkan klien untuk menjaga
kebersihan mulut. membatasi makan yang dapat menyebabkan kram abdomen
seperti makanan yang
mengandung gas. Memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Melakukan
kolaborasi memberikan diit makanan lunak.
Evaluasi diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(pukul 10.00 Wib) : Data Subjektif :
Klien mengatakan nafsu makannya baik. Data
Objektif : Penampilan klien masih tampak.kurus, klien hanya menghabiskan ¾ porsi
yang disediakan. badan klien 56 Kg, tinggi badan : 165 Cm. Analisa : Masalah teratasi sebagian. Planning : Intervensi dilanjutkan dan dipertahankan.
Implementasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan,
(pukul 09.30 Wib). Mengobservasi
tanda-tanda vital klien ; TD : 120 / 80
mmHg, temperatur : 36,5 oC, nadi : 84 x / menit, polse : 24 x /
menit. Membantu pasien untuk melakukan rentang gerak pada ekstremitas yang
sakit. Melakukan auskultasi bising(peristaltik usus 4-5 x / menit) dan
mengawasi kebiasaan eliminasi.
Evaluasi diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, (pukul 09.30 Wib). Data Subjektif : Klien mengatakan sudah
bisa menggerakan tubuh terutama pada kaki (paha sebelah kanan) dan rasa
nyeri sudah berkurang. Data Objektif : Aktivitas klien dibantu
oleh perawat dan keluarga, pembengkakan pada sendi sudah berkurang. Kelemahan
kekuatan otot ektremitas yaitu
ekstremitas kiri bawah (3), tanda-tanda vital sign antara lain : TD ;
120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC, respirasi
; 24 x / menit. Analisa : Masalah
teratasi sebagian. Planning : Intervensi
dilanjutkan dan dipertahankan.
Implementasi diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi,
(pukul 11.00 Wib). Mengkaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan
datang (penyakit klien adalah fraktur dan harapan kedepan klien dapat mengerti
tentang perawatan dan klien berpartisipasi dalam pemberian terapi pengobatan /
perawatan). Mengidentifikasi tersedianya sumber pelayanan dimasyarakat (rumah
sakit, puskesmas, dll). Mendorong klien pasien dalam perawatan diri seperti
melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh nyeri berat, demam / menggigil, bau tidak enak, perubahan sensasi,
pembengkakan, paralisis, ibu jari atau ujung jari putih / dingin, titik hangat,
area lunak, gips retak.
Evaluasi diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi
informasi / tidak mengenal sumber informasi, (pukul 12.00 wib). Data Subjektif : Klien mengatakan sudah
mengerti dan mampu mengingat semua informasi yang diberikan. Data Objektif : Klien tidak tampak
kebingungan lagi dan tidak bertanya lagi tentang informasi yang diberikan
perawat. Klien mampu mengingat dan mendemonstrasikan informasi yang diberikan. Analisa : Masalah teratasi. Planning : Intervensi dihentikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada
bab ini penulis menyajikan tentang kesenjangan yang didapat antara tinjauan
teoritis dengan tinjauan kasus. Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis,
maka penulis membahas berdasarkan langkah-langkah proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pada
pengkajian didapatkan keluhan utama Tn.TM adalah nyeri, tidak mampu
beraktivitas dan kurang mengerti tentang perawatan / penyakit fraktur. Hal ini terdapat pada tinjauan teoritis
dan tinjauan kasus. Adapun data pengkajian yang ada ditinjauan teoritis tidak
terdapat pada kasus yaitu pada pengkajian sirkulasi ditinjauan teoritis bahwa
ditemukan tanda hipertensi atau hipotensi, takikardia, penurunan nadi pada
distal yang cedera, pengisian lambat, sedangkan pada tinjauan kasus hal ini
tidak ditemukan dikarenakan respon rasa nyeri pada klien tidak menimbulkan
cemas yang dapat mengakibatkan hipertensi (tanda-tanda vital : TD ; 120 / 80
mmHg), pada klien juga tidak ada kehilangan darah karena klien hanya mengalami
fraktur tertutup karena benda tumpul, klien juga tidak mengalami respon stress
berlebihan atau adanya hipovlemia, pengisian kapiler tidak lambat. Pada
pengkajian neurosensori ditinjauan teoritis yaitu hilangnya sensasi, kebas /
kesemutan dan spasme otot, sedangkan pada tinjauan kasus hal ini tidak dijumpai
dikarenakan klien tidak mengalami adanya gangguan neurosensori seperti kebas /
kesemutan, spasme otot dan lain-lainnya. Pada pengkajian keamanan ditinjauan
teoritis yaitu laserasi kulit, avulse jaringan, perubahan warna, sedangkan pada
kasus hal ini tidak dijumpai dikarenakan klien tidak mengalami luka tusuk atau
trauma benda tajam (klien hanya mengalami fraktur tertutup). Pada pengkajian
pemeriksaan diagnostik ditinjauan teoritis yaitu scan tulang, arteriogram,
profil koagulasi, sedangkan pada kasus pemeriksaan hanya berupa pemeriksaan
rontgent dan pemeriksaan laboratorium, hal ini dikarenakan pada rumah sakit
alat-alat pemeriksaan tersebut belum mendukung atau belum tersedia.
B.
Diagnosa Keperawatan
Pada tinjauan
teoritis terdapat delapan diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada
kasus klien dengan fraktur adalah : 1) Risiko tinggi terhadap trauma
berhubungan dengan kehilangan integritas tulang. 2) Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak. 3) Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan penurunan / interupsi
aliran darah, cedera vaskuler
langsung, edema berlebihan,
pembentukan trombus. 4) Risiko tinggi terhadap kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak, perubahan membran
alveolar / kapiler, interstitial, edema paru, kongesti. 5) Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler (nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif / imobilisasi
tungkai). 6) Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan,
pemasangan traksi pen, kawat, sekrup,
perubahan sensasi sirkulasi, akumulasi ekresi
/ sekret dan imobilisasi fisik. 7) Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma
jaringan. 8) Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
Berdasarkan
hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tinjauan kasus didapatkan 5 diagnosa
keperawatan, yaitu : 1) Nyeri (akut)
berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada jaringan lunak. 2) Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri /
ketidaknyamanan. 4) Defisit perawatan
diri berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas. 5) Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi /
tidak mengenal sumber informasi.
Dari diagnosa
diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa banyak kesenjangan yang penulis temukan
antara tinjauan teoritis dengan tinjauan teoritis dengan ditinjauan kasus.
Sebagian diagnosa keperawatan tinjauan kasus juga terdapat ditinjauan teoritis
yaitu nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada
jaringan lunak. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri /
ketidaknyamanan. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
Adapun dari
hasil diagnosa keperawatan penulis mendapatkan perbedaan antara tinjauan
teoritis dengan tinjauan kasus diantaranya diagnosa yang ada pada tinjauan teoritis
tetapi tetapi tidak ada pada tinjauan kasus, yaitu diagnosa : Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang, hal ini dikarenakan pada klien tidak didapatkan
adanya tanda-tanda bahwa klien mengalami pembedahan tulang dan intregitas
tulang klien baik. Diagnosa : Risiko
tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler
perifer berhubungan dengan penurunan
/ interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus,
hal ini dikarenakan pada klien tidak dijumpai adanya gangguan neusosensori
seperti spasme otot, kebas / kesemutan (parestesia),
dan pada klien juga tidak dijumpai adanya hipovolemia serta penurunan nadi distal yang cedera. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak, perubahan membran alveolar / kapiler, interstitial, edema paru, kongesti, hal
ini dikarenakan pada klien tidak dijumpai adanya tanda-tanda gangguan
pernapasan seperti batuk, sputum, darah dan tidak adanya nyeri saat bernafas
dan sumbatan jalan nafas. Diagnosa :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka,
bedah perbaikan, pemasangan traksi
pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi, akumulasi ekresi / sekret dan imobilisasi
fisik, hal ini dikarenakan pada klien tidak dijumpai adanya tanda-tanda trauma
tajam seperti adanya luka dan tidak terjadinya fraktur terbuka, klien hanya
mengalami fraktur tertutup. Diagnosa :
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, pada klien tidak dijumpai adanya
tanda laserasi kulit, tidak adanya luka tusuk, kerusakan jaringan dan
perdarahan.
Selanjutnya,
diagnosa yang ada pada tinjauan kasus tetapi tidak ada ditinjauan teoritis
yaitu diagnosa : Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, hal ini dikarenakan
pada klien didapatkan bahwa penampilan klien tampak lebih kurus setelah masuk
rumah sakit, penurunan berat badan, klien menghabiskan ½ porsi yang disediakan.
Diagnosa : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, hal ini dikarenakan pada klien didapatkan bahwa Selama di
rumah sakit klien tidak pernah mencuci rambut. Klien tampak tidak segar, kumuh
dan bau, kebersihan rambut : kotor dan kuku klien tampak panjang dan kotor.
C. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan
masalah yang dialami oleh klien dan prioritas masalah sehingga kebutuhan klien
dapat terpenuhi. Perencanaan yang telah disusun pada tinjauan teoritis sebagian
besar dapat diterapkan pada tinjauan kasus.
Rencana asuhan keperawatan umumnya bertujuan nyeri
hilang / berkurang, kebutuhan
nutrisi terpenuhi, mempertahankan mobilitas agar dapat melakukan
aktivitas, kerawatan diri klien terpenuhi, pemahaman, kondisi, prognosis dan
pengobatan terpenuhi.
Pada tinjauan kasus ada beberapa intervensi yang
dicantumkan seperti pada tinjauan teoritis. Hal ini dikarenakan intervensi
tersebut tidak efektif dan efisien untuk tetap digunakan, selanjutnya
penjelasan masing-masing intervensi tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Pada
diagnosa : Nyeri (akut) berhubungan
dengan gerakan fragmen tulang, dan cedera pada jaringan lunak, yaitu : Hindari
penggunaan sprei bantal plastik di bawah
ekstremitas yang dalam gips, hal ini karenakan klien klien tidak menggunakan
sprei bantal plastik. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka
pada ibu jari kaki, hal ini dikarenakan klien tidak menggunakan selimut yang
dapat menyebabkan adanya tekanan sehingga terjadi nyeri pada fraktur. Lakukan kompres dingin / es 24-48 jam
pertama dan sesuai dengan keperluan, hal ini dikarenakan fraktur klien sudah
melewati dari 24-48 jam pertama. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera, hal ini dikarenakan klien sudah memberitahukannya
kepada perawat ruangan sebelumnya. Jelaskan prosedur sebelum memulai, hal ini
dikarenakan sebelumnya perawat ruangan sudah menjelaskan pada klien tentang
prosedur. Identifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia klien, hal
ini dikarenakan klien hanya memerlukan tirah baring dan mempertahankan posisi. Berikan / awasi analgesik yang dikontrol pasien bila
diindikasi, hal ini dikarenakan belum diindikasikan.
2. Diagnosa : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, yaitu
: Kaji derajat imobilitas
yang dihasilkan oleh cedera, hal ini dikarenakan klien hanya tirah baring dan
terpasang spalek. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi, hal
ini dikarenakan klien belum mampu melakukan mobilisasi pada daerah fraktur.
Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang sakit dan tidak
sakit, hal ini dikarenakan klien mengalami fraktur femur. Berikan papan kaki,
bebat pergelangan, gulungan trokanter, hal ini dikarenakan klien belum
memerlukannya. Tempatkan dalam posisi telentang
secara periodik bila mungkin, hal
ini dikarenakan keadaan klien berada dalam posisi semi fowler dan klien hanya
tirah baring (bedress total).
3. Diagnosa : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi
informasi / tidak mengenal sumber informasi, yaitu : Kaji ulang perawatan luka yang tepat, hal ini
dikarenakan klien tidak mengalami luka tusuk atau trauma benda tajam.
D.
Pelaksanaan Keperawatan
Dalam tahap
pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan keperawatan yang telah ditetapkan
dengan harapan akan memenuhi kebutuhan klien. Pelaksanaan yang penulis
lakukan telah penulis sesuaikan dengan diagnosa yang timbul. Pada pelaksanaan keperawatan yang penulis
lakukan hampir sama secara umum dengan landasan teoritis, tetapi dilakukan
penyesuaian dengan masalah klien dan kondisi rumah sakit.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah direncanakan. Permasalahan yang timbul hanya
keterbatasan waktu penulis. Adapun keterbatasan penulis hal ini dikareanakan
penulis tidak dapat mengawasi keadaan klien secara terus-menerus dan tindakan
selanjutnya dilakukan oleh perawat yang bertugas di ruangan.
E. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil atau
tercapainya pemecahan masalah dari suatu tindakan yang telah dilaksanakan
selama proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien Tn.TM dengan fraktur
tertutup femur dextra. Hasil akhir dari asuhan keperawatan yang diberikan,
untuk diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan gerakan
fragmen tulang, dan cedera pada jaringan lunak, pada tanggal 26 Mei 2012 (pukul
09.30 Wib) didapatkan kesimpulan bahwa
masalah teratasi sebagian, hal ini dikarenakan Wajah klien tampak tenang dan
sedikit hati-hati saat menggerakkan tubuh terutama pada paha yang mengalami
fraktur, tingkat skala nyeri : (3), pada daerah fraktur yaitu paha kanan masih
mengalami pembengkakan sendi, tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 /
80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24
x / menit. Untuk diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, pada tanggal 26
Mei 2012 (pukul 10.00 Wib) didapatkan kesimpulan bahwa
masalah teratasi sebagian, hal ini dikarenakan Penampilan klien masih tampak.kurus,
klien hanya menghabiskan ¾ porsi yang disediakan. badan klien 56 Kg, tinggi
badan : 165 Cm. Untuk diagnosa 3 : Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, pada tanggal 26 Mei
2012 (pukul 09.30 Wib) didapatkan kesimpulan bahwa masalah teratasi sebagian.
Hal ini dikarenakan Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga,
pembengkakan pada sendi sudah berkurang. Kelemahan kekuatan otot ektremitas
yaitu ekstremitas kiri bawah (3),
tanda-tanda vital sign antara lain : TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit,
temperatur ; 36,5 oC, respirasi ; 24 x / menit. Untuk diagnosa 4 : Defisit perawatan diri
berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas, pada tanggal 25 Mei 2012 (pukul 11.00 Wib) didapatkan
kesimpulan bahwa masalah teratasi. Hal ini dibuktikan dengan Wajah klien tampak
lebih segar, klien tidak lagi tampak kumuh, dan bau klien hilang, kuku tampak
bersih dan pendek, rambut klien tampak lembab dan bersih setelah dicuci dan bau
rambut juga hilang. Untuk Evaluasi
diagnosa 5 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi, pada tanggal 26
(pukul 12.00 wib) didapatkan bahwa masalah teratasi. Hal ini dibuktikan dengan
Klien tidak tampak kebingungan lagi dan tidak bertanya lagi tentang informasi
yang diberikan perawat. Klien mampu mengingat dan mendemonstrasikan informasi
yang diberikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. manifestasi klinis
dari fraktur adalah sebagai berikut : Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, Deformitas, pemendekan tulang krepitus
teraba, pembengkakan dan perubahan warna kulit lokal pada kulit.
2. Pengkajian yang penulis dapatkan pada tinjauan kasus,
yaitu : Penampilan klien tampak lebih kurus setelah masuk rumah sakit. Selama di rumah sakit berat bedan klien
turun 2 Kg (sebelum masuk rumah sakit berat badan klien 57 Kg dan selama di
rumah sakit berat badan klien 55 Kg). Klien menghabiskan ½ porsi yang
disediakan. Makan di bantu oleh keluarga. tanda-tanda vital sign antara lain :
TD ; 120 / 80 mmHg, polse ; 84 x / menit, temperatur ; 36,5 oC,
respirasi ; 24 x / menit. Tinggi badan : 165 Cm. Selama di rumah sakit klien
tidak pernah mencuci rambut. Klien tampak tidak segar, kumuh dan bau,
kebersihan rambut : kotor dan kuku klien tampak panjang dan kotor. Wajah klien
tampak meringis saat pergerakan tubuh terutama pada paha yang mengalami
fraktur. Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga. tingkat skala nyeri
: (5). pada daerah fraktur yaitu paha kanan mengalami pembengkakan sendi. Kelemahan
kekuatan otot ektremitas yaitu
ekstremitas kiri bawah (1). Klien tampak bingung dan tidak mengerti cara
perawatan fraktur.
3. Masalah keperawatan yang timbul pada kasus
adalah nyeri (akut), perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kerusakan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri, kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
4. Intervensi disusun dengan mempertimbangkan
kemungkinan pelaksanaan tindakan pada klien dan keluarga. Beberapa intervensi
pada tinjauan teoritis tidak dilaksanakan, hal ini terjadi karena penulis
mempertimbangkan keefektifan dari tindakan yang akan dilakukan, serta dengan
mempertimbangkan fasilitas yang ada pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Aceh Utara Pada Umumnya Dan Ruang
Perawatan Bedah pada khususnya.
5. Pelaksanaan keperawatan dilakukan
berdasarkan perencanaan keperawatan yang telah ditetapkan dengan harapan akan
memenuhi kebutuhan klien. Pelaksanaan yang penulis lakukan telah penulis
sesuaikan dengan diagnosa yang timbul.
Pada pelaksanaan keperawatan yang penulis lakukan hampir sama secara
umum dengan landasan teoritis, tetapi dilakukan penyesuaian dengan masalah
klien dan kondisi rumah sakit.
6. Pada kasus fraktur tertutup femur dextra
yang penulis kelola tidak semua masalah teratasi. Masalah yang teratasi adalah
defisit perawatan diri, kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan. Masalah teratasi sebagian adalah nyeri (akut),
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kerusakan mobilitas fisik,
B. Saran-saran
- Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan diharapkan Rumah sakit umum daerah cut meutia aceh utara untuk dapat menyelesaikan fasilitas pelayanan kesehatan yang lengkap dibidang laboratorium, ruang rawat inap, foto rontgent dan tenaga kesehatan yang sesuai dengan bidang dan keahliannya sehingga derajat kesehatan optimal dapat tercapai.
- Diharapkan kepada perawat yang bertugas di ruangan untuk selalu mengawasi pasien dan memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga tercapai suatu kerja sama yang baik antara klien dan perawat yang bertugas.
- Diharapkan kepada klien dan keluarga klien, setelah meninggalkan rumah sakit hendaknya melakukan kontrol ulang ke rumah sakit atau puskesmas terdekat sesuai dengan jadwal.
- Diharapkan kepada Direktur Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, agar lebih memerhatikan kurangnya persediaan buku-buku di perpustakaan, khususnya buku tentang keperawatan fraktur.
- Kepada rekan-rekan mahasiswa Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, khususnya bidang keperawatan harus dapat memberikan dan melaksanakan keperawatan dengan kasus fraktur sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masalah klien.